Muqaddimah
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
(يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون)،
(يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساء لون به والارحام
إن الله كان عليكم رقيبا)،
(يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما).
أما بعد، فان أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدي هدي محمد، وشر الامور محدثاتها، وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
Berbicara tentang hati dan ujiannya merupakan pilihan topik yang paling tepat ketika hati manusia mengeras, ketika iman di dalamnya melemah, ketika ia lebih disibukkan dengan urusan dunia dan ketika manusia berpaling dari urusan akhirat.
Kami melihat adanya perkembangan yang sangat pesat tentang upaya menyembuhkan hati manusia. Perkembangan terakhir yang sempat kami dengar, ialah usaha mencangkok hati dan memindahkannya dengan teknologi medis yang tinggi, bagaimana usaha mereka membatasi penyakit-penyakit mental yang menimpa hati, identifikasi dan cara penyembuhannya.
Namun disana kami tidak akan berbicara tentang penyakit-penyakit mental dan apa obat serta penyembuhannya, tapi kami ingin berbicara tentang apa yang dihadapi hati dalam perjalanan menuju Allah, berupa ujian dan cobaan, apa pula tanda-tanda kesehatan dan penyakitnya dan dimana posisi cobaan hati itu.
Kami akan memusatkan pembicaraan tentang hati ini dengan mengacu kepada Kalam Allah dan perkataan Rasul-Nya. Hal ini tidak terlalu mengherankan. Sebab yang memang harus dilakukansecara mendasar ialah menciduk dari sumber Al-Kitab dan As-Sunnah.
Kami membuat ketetapan seperti ini, agar sama-sama diketahui bahwa pembicaran tentang hati bukanlah perkara enteng dan mudah, tak seorangpun yang lebih mengetahui keadaan hati dan apa yang dirasakannya kecuali Penciptanya, Allah berfirman,
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14)
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui [yang kalian lahirkan dan rahasiakan]?” [Al-Mulk: 14]
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ (19)
“Dia mengetahui [pandangan] mata yang khianat dan apa yang disembunyikan dalam hati” [Al-Mukmin: 19]
Allah-lah yang menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana firman-Nya,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
“dan tiadalah yang diucapkan itu [Al-Qur’an] menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan [kepadanya]” [An-Najm: 3-4]
Ada baiknya disini jika kami ingatkan tentang adanya bualan dari banyak orang yang katanya bisa mengetahui tujuan dari gerak hati. Padahal tak seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah, akhirnya mereka menyibukkan diri dalam hal-hal yang dilarang dan juga mengeluarkan perkataan yang ngelantur.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
“dan janganlah kalian mengikuti apa yang kalian tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya” [Al-Isra’: 36]
Mana mungkin kita bisa mengetahui rahasia hati dan bisikan-bisikannya ?
Dalam sebuah sya’ir dikatakan,
ومكلف الأشياء فوق طباعها
متطلـب في الماء جذوة نار
Orang yang memaksakan sesuatu diluar tabiatnya sama dengan menuntut nyala api di dalam air.
Ada apa di balik pembicaraan tentang Hati ?
Pembicaraan tentang hati memiliki urgensi yang spesifik, karena beberapa pertimbangan, diantaranya yang penting:
Pertama:
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba supaya membersihkan hati dan mensucikannya, bahkan Allah menjadikan sebagian dari tugas risalah Al-Muhammadiyah ialah mensucikan hati dan memprioritaskan untuk mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepada mereka, mengingat pentingnya pensucuian hati ini.
Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ (2)
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah)” [Al-Jumu’ah:2]
Ibnul Qoyyim Rahimahullah menyatakan tentang firman Allah, وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ “dan pakaianmu bersihkanlah” [Al-Muddatstsir: 4], jumhur mufassir salah dan para ulama sesudah mereka menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ثِيَابَ “pakaian” di sini adalah hati[1]
Allah berfirman tentang orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik,
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (41)
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka, mereka memperoleh kehinaan di dunia dan di akhirat, mereka memperoleh siksa yang besar” [Al-Maidah: 41]
Hal ini sudah cukup dijadikan alasan yang kuat untuk membicarakan masalah hati.
Kedua:
Adanya pengaruh hati yang kuat dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai pengarah dan konseptor, sementara anggota tubuh sebagai pelaksananya.
Abu Hurairah berkata,
القلب ملك وله جنود، فإذا صلح الملك صلحت جنوده، وإذا فسد الملك فسدت جنوده
“Hati itu raja, sedangkan anggota tubuh adalah pasukannya, jika raja baik maka pasukannya ikut baik, jika rajanya jahat maka jahat pula pasukannya”[2]
Ketiga:
Di antara sebab substansial untuk mengangkat pembicaraan tentang tema ini, karena kelalaian mayoritas manusia dari memperhatikan hati mereka sendiri. Sebagai misal, banyak pelajar yang meluaskan kajian dalam sebagian amal-amal yang mendetail dan bagaimana mereka memahami permasalahan dengan pemahaman yang mengagumkan, apakah menggerakkan jari [ketika tahiyat dalam sholat] termasuk As-Sunnah ? bagaimana caranya ? dan kapan waktunya ? dan masih banyak masalah lain. Tidak dapat diragukan, pembahasan mengenai masalah ini bermanfaat dan penting. Tapi pada saat yang sama mereka melalaikan amal-amal hati dan keadaan-keadaannya, apa penyakit dan titik kelemahannya. Padahal masalah ini tidak kalah pentingnya.
Keempat:
Banyak problem yang menimpa manusia, khususnya kalangan pelajar, yang disebabkan berbagai penyakit yang menyerang hati, yang tidak didasarkan pada hakikat-hakikat syar’iyyah, sehingga berbagai problem ini memvisualisasikan keadaan hati orangnya dan terendapnya berbagai macam penyakit di dalamnya, seperti dengki, iri, dusta, takabbur, penghinaan, buruk sangka, dan lain sebagainya.
Cara untuk menuntaskan problem-problem tersebut ialah dengan menyembuhkan hati. Jika tidak, maka sewaktu-waktu penyakit tersebut akan muncul jika ada pemicu dan penyebabnya.
Kelima:
Kesehatan dan kesucian hati menjadi sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. Keselamatan hati dari dusta, dengki, kebencian, dan berbagai macam penyakit menjadi sebab kebahagiaan dunia dan akhirat.
Firman Allah,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak bermanfaat, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” [Asy-Syu’ara: 88-89].
Perhatikan keadaan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan orang-orang yang diberi hati yang sehat dan selamat, yang terbebas dari penyakit hati dan cela.
Keenam:
Al-Imam Abdullah bin Abu Jumrah berkata, “Aku ingin sekiranya di antara para fuqaha tidak memiliki kesibukan kecuali mengetahui tujuan yang diinginkan manusia dari amalnya. Tidak banyak yang diberi dari mereka yang diberi, kecuali pengabaian tentang tujuan amal itu”[3]
Ketujuh:
Karena kedudukan yang diberika Allah kepada hati ini di dunia dan di akhirat. Sebagai contoh perthatikan dalil-dalil tentang hal ini di dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah-Nya,
Firman Allah,
وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ (87) يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“dan jangan Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, [yaitu] di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-oang yang datang menghadap Allah dengan membawa hati yang selamat” [Asy-Syu’ara: 87-89].
Tidak ada orang yang selamat pada hari kiamat kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Firman Allah yang lain,
وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32) مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33)
“dan didekatkan surga itu kepada orang-orang yang bertaqwa pada tempat yang tiada jauh [dari mereka], inilah yang dijanjikan kepada kalian [yaitu] kepada setiap hamba yang selalu kembali [kepada Allah] lagi memelihara [semua peraturan-peraturan-Nya], [yaitu] orang-orang yang takut kepada Yang Maha Pemurahsedang Dia tidak kelihatan [olehnya] dan dia datang dengan hati yang bertaubat” [Qaf: 31-33].
Disebutkan dalam Shohih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم، وإنما ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم"
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa-rupa kalian dan tidak pula badan-badan kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian”
Di dalam Ash-Shohihain disebutkan dari hadits An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’
"ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب"
“Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah, jika ia baik maka akan baik pula seluruh jasadnya, dan jika ia ruak maka akan rusak pula seluruhjsadnya, ketahuilah ia adalah hati” [diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].
Hadits ini sudah cukup dijadikan nasehat dan pelajaran bagi orang-orang yang berfkir.
Kedelapan:
Perkataan-perkatan hati, yaitu pembenaran dan pengakuannya, amal dan gerakan-gerakannya seperti takut, berharap, cinta, tawakal, dan lain-lainnya, merupakan bagian dari rukun iman yang paling agung menurut Ahlus-sunnah wal-Jama’ah, yang semua itu tidak akan ada jika iman tidak ada. Coba lihat orang-orang munafiq yang menyatakan syahadah dengan lisannya, bergabung bersama orang-orang Muslim dalam amal-amal dhohir mereka, tapi mereka tidak memiliki pembenaran dan pengakuan, akibat yang mereka alami seperti firman Allah,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (145)
“sesungguhnya orang-orang munafiq itu [ditempatkan] pada tingkatan yang paling bawah di neraka. Dan kamu tidak akan mendapat penolongpun bagi mereka” [An-Nisa’: 145].
Kesembilan:
Banyak orang yang sangat antusias hendak mengetahui tujuan dan keinginan yang terpendam di dalam hati manusia. Mereka membebani diri dengan hal-hal yang sebenarnya di luar kesanggupan dan pengabaian hal-hal yang dhohir. Mereka membuat aturan-aturan hukum untuk dapat mengungkap amal hati, yang tidak diketahui kecuali Allah Yang Maha Mengetahui yang ghoib, Anehnya di sana ada orang yang menyatakan bahwa perbuatan semacam itu justru mencerminkan kecerdasan yang tinggi, kekuatan firasat dan kepandaian, padahal itu semua bukan firasat yang syar’iyah sedikitpun, kita diperintahkan untuk menghukumi manusia berdasarkan dhohir mereka, sedangkan perkara hati kita serahkan kepada Allah.
Alhasil jika seperti ini kedudukan dan urgensi hati, maka mengapa kita tidak tegak berdiri untuk memperhatikan amal kita yang didasari hati, atau apa yang dilakukan hati terhadap diri kita ?, berapa banyak kita menyibukkan diri dengan urusan dunia, penghidupan dan pekerjaan, kalaupun tersisa sedikit perhatian, maka perhatian ini pun kita tujukan ke amal-amal yang dhohir.
Tidak banyak di antara kita yang memperhatikan masalah hati ini, tidak pula memberikan perhatian yang memadai, dan semoga dengan menyebutkan urgensi hati dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia ini dapat mendorong kita untuk menaruh perhatian terhadap hati dan memberikan kedudukan yang sepadan baginya.
Insya’Allah bersambung ke tulisan tentang “Ma’na Ujian Hati”
2/19/2012
Ujian Hati
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hai sahabat sekalian kasi komentar iya tentang blog ane..?
semoga bermanfaat dan menambah ilmu buat sahabat sekalian